Tafsir Tentang Evaluasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan pertama dan utama dalam membangun dan memperbaiki kondisi umat manusia di muka bumi ini. Ajaran yang terkandung didalamnya berupa akidah tauhid, akhlak mulia, dan aturan-aturan mengenai hubungan vertical dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal itu ditandai dengan gagasan awal al-Qur’an mengenai pendobrakannya terhadap takdir kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, dimana membaca itu merupakan aktivitas belajar yag tentu saja bagian dari kegiatan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan kata kunci untuk kemajuan bangsa, pendidikan yang ditawarkan al-Qur’an memperlihatkan perbedaan itu terlihat jelas pada prinsip dasar bangunan pendidikan tersebut, pendekatan belajar, orientasi penyelenggaraannya, dan juga evaluasi terhadap sesuatu pendidikan, yang mana disini kami akan menjabarkan bagaiman evaluasi pendidikan yang terdapat dalam al-Qur’an, evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktifitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penembahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalm peroses pembelajaran. Karena begitu pentngnya evaluasi, maka al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam pembincangan mengenai evaluasi, tetapi ia menggunakan banyak istilah. Diantara istilah itu adalah



a)    Bala dan Fatana
Kata bala, terulang 38 kali dalam berbagai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana, isilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata,
b)    Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
Secara etimologi bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk dengan bala’ yang berarti cobaan. Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan selain itu Luis Ma’luf Mengartikan pula fatana itu kepada “Mencairkan sesuatu pada bejana agar dapat di bedakan antara yang baik dengan yang jelek”. Al-Isfihani mengartikan fatana itu pula kepada “Memasukkan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pila yang buruk”. Dari kata fatana terbentuk pula kata al- fitnah yang sering diartikan kepada musibah atau bencana, karna memang bencana yang Allah berikan kepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat di bedakan antara manusia yang baik dan manusia yang jahat. Jadi, tujuan dari al-finah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalm pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa yang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak. Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sngat penting di adakan. Dalam surah Muhammad ayat 31 :
“Dan sesungguh kami benar benar akan menguji kamu sehingga kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu dan akan kami uji prihalmu”.
Bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa diantaramereka yang benar-benar sabar dan mau berjihad dijalan Allah. Dengan demikian dapat di tegaskan, bahwa terhadap dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang sangat tidak menyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, atau dengan kata lain, berdasarkan analisis diatas bahwa evaluasi pendidikan dalam al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan hudup yang ditempuh manusia dan fenomena mematikan yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia, semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atu berkualaitas tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujuan dan penilaian-Nya.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penafsiran Qs. an-Nisa’: 95-96
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا(95) دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(96)
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut perang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah melebihkan orang orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang orang yang duduk satu derajat. Kepada masing masing mereka Allah menjajikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (95). (Yaitu) beberapa derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat Allah Maha penganmpun, Mahaha penyayang (96)”.
1.    Asbabun Nuzul
Imam Bukhari meriwayatkan dari Barra’ bin Azib, ia berkata, ketika turun ayat, “Tidaklah sama antara orang orang beriman yang duduk (tidak ikut perang) tersebut ”. Rasulullah saw memanggil Zaid, lalu ia datang dengan membawa tulang, kemudian beliau menuliskan diatasnya, dan Ibnu Ummi Maktum mengeluhkan buta yang menimpanya, maka turunlah ayat “Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak ikut perang) tersebut.”
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad As Saa’idi ia berkata: Saya pernah melihat Marwan bin Hakam duduk di masjid, lalu saya datang dan duduk disampingnya kemudian ia memberitahukan kami bahwa Zaid bin Tsabit memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw mengatakan kepadanya , ”Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (tidak ikut berperang) tersebut.”ia melanjutkan kata katanya, “Lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum, ia yang mengatakan ayat tersebut kepada saya. Ia (Ibnu Ummi Maktum) berkata “Wahai Rosulallah jika sekiranya saya sanggup berjihad, tentu saya akan berjihad karena ia seorang yang buta maka Allah menurunkan ayat kepada Rasul-Nya. Sedangkan ketika itu pahanya diatas pahaku sehingga aku merasa keberatan sampai saya khawatir paha saya akan patah hingga kemudian lepas. Ketika itu Allah SWT menurunkan ayat “Ghoiru Ulidh Dharar” 
2.    Kosa Kataakan berjihad
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ : Antara orang orang yang beriman yang duduk ( yang tidak ikut perang)
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ      : Tanpa mempunyai ‘udzur
بِأَمْوَالِهِمْ                  : Dengan harta
وَأَنْفُسِهِمْ                 : Dan jiwa
دَرَجَاتٍ                 : Beberapa derajat
وَمَغْفِرَةً                 : Dan ampunan
غَفُورً                    : Maha pengampun
3.    Munasabah
Kolerasi pada ayat berikutnya yaitu merupakan ancaman peringatan bagi mereka yang menatap di Daral Kufr padahal medreka secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa Jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam beban yang dihadapi.
4.    Nilai Tarbiyah
Menjelaskan keutamaan berjihad dan berhijrah di jalan Allah dan beberapa hal yang terkait dengannya. Allah menganugrahkan derajat yang agung bagi orang yang berjihad di jalan-Nya. Bagi kaum mukmin yang tidak berjihad, tidak akan mendapatkan derajat tersebut. Namun, mereka tetap lebih mulia di sisi Allah ketimbang orang kafir dan munafik.
 Allah menjamin orang orang berhijrah dijalan-Nya kebaikan yang banyak dan kelapangan hidup. Jika kita mati dalam berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya maka Allah menjamin pahala yang besar. Allah Maha pengampun dan Maha penyayang.
5.    Penafsiran Ayat
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ      : (Antara orang yang beriman yang duduk (yang tidak ikut berperang)) jihad merupakan ajaran Allah swt. Yang harus dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt. Tentunya, jihad dalam konsep surah an-Nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari naungan dalil al-Qur’an.
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ         : (Tanpa mempunyai udzur) Allah memberikan kepada orang orang yang berjihad dearjat yang lebih tinggi di atas orang orang yang tidak ikut perang, kecuali bila ada udzur yang menghalangi mereka untuk berperang. Sebab, udzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang orang yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap menjajikan kepada masing masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
B.    Penafsiran  Qs. an-Naml : 40
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40)
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak dihadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya lagi Maha Mulia”.
1.    Asbabun Nuzul
Sulaiman mengucapkan yang demikian itu karena telah yakni seyakin yakinnya bahwa Sulaiman belum puas dengan kesanggupan Ifrit itu, ia ingin agar singgasan itu sampai dalam waktu yang lebih singkat lagi, maka ia meminta lagi kesanggupan hadirin yang lain. Maka jawablah seorang yeng telah memperoleh ilmu dari al-Kitab, yaitu malaikat Jibril. Menurut pendapat yang lain, orang itu adalah al-Khidir: “Aku membawa singgasana itu kepadamu dalam waktu sekejap mata saja”. Dan apa yang dikatakan orang itu terjadilah, dan singgasana ratu Balqis itu telah berada dihadapan raja Sulaiman.
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: “Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang orang mensyukuri nikmat Tuhan atau termasuk orang orang yang mengingkarinya”. Dari sikap Nabi Sulaiman itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yng datang kepadaya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba hamba-Nya.
2.    Kosa Kata
أَنَا آتِيكَ بِهِ      : Aku akan membawakanmu (Singgasana Itu)
قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ    : Sebelum berkedip
لِيَبْلُوَنِي         : Untuk mengujiku
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ : Apakah bersyukur atau kufur


3.    Munasabah
Ayat sebelum ini menjelaskan kesediaan dan kesanggupan  jin untuk menghindarkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman atas ucapan ifrit. Rupanya ada tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasahkan kalbunya dan yang di anugrahi oleh Allah swt ilmu. Ayat diatas menjelaskan bahwa “Berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari al-Kitab:”Aku akan datang padamu dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip”. Maka serta merta, tanpa menunggu tanggapan dati siapapun, senggasana itu hadir dihadapan Nabi Sulaiman. Dan tatkala diamelihatnya terletak dan benar benar mantap dihadapannya bukan berada jauh darinya, diapun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Karunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.
4.    Nilai Tarbiyah
Barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka faedah mensyukuri nikmat Allah itu akan kembali kepada diri sendiri, kerena Allah akan menambah lagi nikmat nikmat itu, sebaliknya orang yang mengingkari nikmat Allah maka dosa pengingkarannya itu juga aka kembali kepadanya. Dia akan disiksa oleh Allah karena pengingkarannya itu.
5.    Penafsiran Ayat
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ : (Aku akan membawakanmu (singgasana itu) sebelum berkedip). Dan tatkala dia melihatnya terletak dan benar benar mantap dihadapannya bukan berada jauh darinya, diapun berkata “ Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia Tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku.
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ   : (Karunia itu untuk menguji aku apakah aku besyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.
C.    Penafsiran Qs. Muhammad : 31
  وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ   (31)
“Dan sesungguhnya Kami benar benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”.
1.    Asbabun Nuzul
Allah swt, menyebutkan ujian paling besar nyang Allah uji dengannya (hamba hamba-Nya), yaitu jihad fii sabilillah
2.    Kosa Kata
  وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ  : Dan sungguh, kami benar benar akan menguji kamu
الْمُجَاهِدِينَ  : Orang orang yang benar benar berjihad
وَالصَّابِرِينَ : Dan bersabar
وَنَبْلُو         : Dan akan kami uji
أَخْبَارَكُمْ     : Perihal kamu
3.    Nilai Tarbiyah
Yang mana kita sebagai hamba Allah haruslah mempunyai rasa sabar dalam ujian Allah dalam (berjihad di jalan Allah) dan juga dalam hal lainnya.
4.    Penafsiran Ayat
  وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ : (Dan sesungguhnya Kami benar benar akan menguji kalian) mencoba kalian dengan berjihad dan lainnya (agar Kami mengetahui) dengan pengetahuan yang tampak.
وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ  : (Orang orang yang berjihad dan bersabar diantara kalian) dalam berjihad dan lainnya (dan agar Kami menyatakan) menampakkan (hal ikhwal kalian) tentang ketaaatan kalian dan kedurhakaan kalian didalam masalah jihad dan masalah masalah lainnya.
D.    Penafsiran Qs. al-Ankabut : 2-3
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ(3)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”. Sedangkan mereka tidak diuji lagi? (2). Dan sesungguhnya kami telah menguji orang orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Dia mengetahui orang orang yang dusta(3).
1.    Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Makkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah  ibnu Hisyam, Iyay ibnu Abi Robi’ah, Walid ibnu Walid dan lain lain dimana mereka mendapat siksaan siksaan mental dan fisik dari orang orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut Nabi Muhammad saw yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka di hiburlah mereka dengan menurunkan ayat ayat diatas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid dimedan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasullah selain mengetahui tewas Mihya’ sebagai syuhada’ pertama yang dipanggil masuk surga diantara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan istrinya yang tercinta, maka untuk menghibur keluarga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat diatas.
Imam ibnu Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenan dengan orang orang yeng tinggal di Makkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah, bahwasannya Islam kalian tidak akan di terima melainkan berhijrah. Maka mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang orang musyrik mengejar mereka sehingga tersusul lalu mereka di kembalikan lagi ke Mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasannya telah diturunkan Firman Allah yang berkenan dengan peristiwa yang kalian alami.
Mereka yang berada di Makkah berkata “kami harus keluar berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya, lalu mereka keluar dan orang orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah pertempuran diantara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur dan sebagiannya lagi selamat, sehubung dengan perihal mereka maka maka Allah menurunkan Firman-Nya.  Sedangkan Abu Khotim telah mengetengahkan hadits lainnya melalui qotadah yang menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenan dengan Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.
Bahwasnnya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnahtullah bahwasannya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan cobaan dan ujian ujian dari Allah yang di berikn kepada kita dan dapat menmpuh cobaan cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menempuh cobaan cobaan itu maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang akan kita peroleh.
2.    Kosa Kata
أَحَسِبَ النَّاسُ       : Apakah manusia mengira
أَنْ يُتْرَكُوا           : Mereka akan di biarkan
لَا يُفْتَنُونَ            : Tidak diuji
وَلَقَدْ فَتَنَّا             : Dan sungguh, kami telah menguji
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ          : Maka Allah pasti mengetahui
صَدَقُوا               : Benar
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ    : Dan pasti mengetahui orang orang yang dusta
3.    Munasabah
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (16)
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang orang yang berjihad diantara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang orang yang beriman. Dan Allah Mahat tahu apa yang kamu kerjakan (Qs. at-Taubah : 16)
Bahwasannya setiap orang yang mengaku beriman htidak akan mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian yakni dengan kewajiban kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta benda, hijrah, berjihad di jalan Allah, membayar zakat kepada fakir miskin, menolong orang yang sedan dalam kesusahan dan menolong orany yang sedang dalam kesulitan.
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146)
“Dan beberapa banyaknya Nabi nabi yang berperang bersama sama merek, sejumlah besar dari pengikut pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai orang orang yang sabar” (Qs. ali-Imron : 146)
Dalam hal ini Allah melarang manusia berperasangka bahwa ia diciptakan dengan percuma begitu saj. Justru Allah akan menguji masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun senang untuk menghadapinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
4.    Nilai Tarbiyah
Dan sudah menjadi kehendak Allah bahwasanya setiap manusia yang berimanitu belum tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adnya cobaan dan ujian ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan cobaan yang di timpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menempuh cobaan cobaan itu maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh.
5.    Penafsiran Ayat
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا : (Apakah mana manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja)setiap orang beriman harus di uji terlebih dahulu sehingga dapat di ketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam macam misalnya perintah berjihad ( meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan iman dan keyakinan).
لَا يُفْتَنُونَ              : (Tidak diuji )semua cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah diantara mereka yang sungguh sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta untuk mengetahui apakanh mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau orang yang masih bimbang dan ragu ragu sehingga mereka masih rapuh.
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا : (Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar) orang orang beriman dan berpegang teguh dengan keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka sabar dan tabah menahan penderitaan itu dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktifitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penembahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalm peroses pembelajaran. Karena begitu pentngnya evaluasi, maka al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam pembincangan mengenai evaluasi, tetapi ia menggunakan banyak istilah. Diantara istilah itu adalah
a)    Bala dan Fatana
Kata bala, terulang 38 kali dalam berbagai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana, isilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata,
b)    Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
Secara etimologi bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk dengan bala’ yang berarti cobaan. Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan selain itu Luis Ma’luf Mengartikan pula fatana itu kepada “Mencairkan sesuatu pada bejana agar dapat di bedakan antara yang baik dengan yang jelek”. Al-Isfihani mengartikan fatana itu pula kepada “Memasukkan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pila yang buruk”. Dari kata fatana terbentuk pula kata al- fitnah yang sering diartikan kepada musibah atau bencana, karna memang bencana yang Allah berikan kepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat di bedakan antara manusia yang baik dan manusia yang jahat. Jadi, tujuan dari al-finah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalm pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa yang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak. Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sngat penting di adakan.
B.    Saran
Maka tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan hidup yang ditempuh manusia dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia, semua di ukur dan di beri penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi, atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca amin......



















DAFTAR PUSTAKA

Jaelani Abdul Qadir, Tafsir Jaelani, (Bekasi: Sahara, 2011), Cet. II.
Al- Mally Imam Jalaluddin dkk, Tafsir jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).
Muhammad al Owaid Yusuf, Tafsir sederhana, (Saudi: Buraidah, 2003)
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yokyakarta: Dep. Agama RI 1990)
Shihab M. Quraish, Tafsir al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati, 2010).
Al-Raihib al-Istihani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Ma’rifah. 2001).
Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah, 2012).








Share on Google Plus

About SMP ALAM GENTENG

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment